( TAFSIR FILOSOFIS NADZOM PERTAMA ALFIYAH IBNU MALIK )

Pada suatu ketika terdengar suara dari pojok pondok, ternyata suara itu dari seorang santri yang NGELINDUR, dimana santri ini tidak sengaja mengatakan secara berulang-ulang yang mengandung Faidah agak lebayy, bunyinya:

" Neng Alfy oooh Neng Alfy Cintaku, Hatiku, Sayangku hanya kan kuberikan untukmu." he

Bagi orang yang tidak faham mesti orang akan mengira " Ooo Neng Alfy Putrinya Artis cantik itu to!!!." He, bukan itu maksudnya. Perlu diketahui bahwa Neng Alfy disini adalah panggilan mesra atau sayang bagi seorang santri Al Muayyad Solo yang sedang berjuang untuk meminang dan meraih hati Sang Hamidatul Qolbii ( Pujaan Hati Sang Santri ) yaitu Kitab Alfiyyah Ibnu Malik.

Sebuah apresiatif yang luar biasa patut kita sanjungkan kepada beliau Sang Muallif, yaitu Al Imam Al Alamah Syekh Jalaludin Muhammad bin Abdullloh bin Malik At Tayy, Al Jayyan, Al Andalusia. Yang telah menyadur sebuah Kitab yang berjumlah 1002 nadzom yang konon sejarahnya atau histourical begroundnya adalah Khulashah kitab Al Kafiyyah As Syafiyyah yang berjumlah 2757 nadzom. Seperti yang beliau katakan dalam sebuah nadzom " Ahsha minal kafiyatil khulashah#.... ( Nadzom ke 1000 )". Akan sangat menarik jika kita mencoba mengkaji nadzom dalam kitab ini dari perpektif yang berbeda. Maka dari itu, tanpa mengurangi kefadholan Sang Imam. Ijinkan saya membuat sebuah tafsir filosofis nadzom pertama dari kitab ini. Pada dasarnya sudah ada beberapa tulisan tentang ini, akan tetapi saya akan berusaha mengelaborasinya kembali lebih mendalam dan menggubah makna-makna yang terkandung didalamnya. Semoga bermanfaat dan saya sangat mengharapkan koreksi dari pembaca jika ada kesalahan didalam catatan ini. Karena hakikatnya, saya adalah santri yang baru saja belajar, sehingga masih banyak pengetahuan yang belum diketahui. “Today Must Betterthan Yesterday”. :)

====== BACK TO THE POINT YA ======

Yang jelas jika kita bisa menghayati dan mengamalkan NADZOM ini maka insyaalloh kita akan menjadi orang yang:

" ISTIQOMAH, PROFESIONAL DAN BERKARAKTER KUAT" seperti Sang Imam. Amin.

" QAALA MUHAMMADUN HUWA BNU MALIKI # AHMADU ROBBILLAHA KHOIRUL MALIKI "

Artinya: " Kyai Muhamad telah berkata, yaitu Kyai Ibnu Malik : Aku memuji Tuhanku Allah, yaitu sebaik-baik Penguasa / Pemilik "

TAFSIR FILOSOFIS:

Qaala secara lughowi, biasa diartikan dengan berkata. Ditinjau dari perspektif sharfiyyah mengandung makna Lampau. Karena ini adalah berupa fi'il madhi ( Kata kerja yang bermakna lampau ). Dengan demikian kata ini bermakna TELAH BERKATA. Lantas pertanyaan yang muncul adalah bagaimana makna Qaala dalam konteks nadzom Alfiyyah diatas? Kenapa Qaala? bukan Yaqulu? Kita tahu, Qaala itukan maknanya SUDAH / LAMPAU. Padahal beliaukan baru mau mengarang, seharusnya kan beliau menggunakan kata YAQULU. ( Nggeh mboten????? )

Aneh sekali memang, Qaala yang mestinya mengandung makna lampau justru digunakan sebagai pembukaan 1002 bait gramatikal bahasa arab yang tersusun setelahnya. Bentuk lampau ( past tense ) kata ini jelas menggelitik para penulis berikutnya, maka tidak mengherankan jika didalam Syarah-syarah ataupun Hasyiyyah Alfiyyah ini terdapat ulasan khusus tentang rahasia makna Qaala.

Baik pertama kali perkenankanlah saya akan memakai kacamata perspektif balaghah, Tinjauan balaghah mengkatagorikan kata " QALA MUHAMMADUN " sebagai majaz mursal, sebagaimana kita mengenalnya dengan Ilmu Bayan ( Lihat Jawahirul Maknun Bab Ilmu Bayan ). Karena itu berlaku kaidah " MIN ITLAQI MAA KANA WA IRADATI MAA YAKUNU." ( Suatu kata yang bermakna lalu, akan tetapi yang dimaksud adalah masa yang akan ada/ masa depan ). Maksudnya adalah, meskipun yang dimaksudnya adalah kata Qaala akan tetapi yang dimaksud adalah kata YAQULU ( Min Itlaqi ma qala Waa Iraadati Maa Yaquluu ). Majaz ini biasanya digunakan untuk suatu ungkapan yang mengandung makna yang pasti akan terjadi dimasa yang akan datang. Analoginya adalah Firman Allah Swt. “ Ataa Amrullah “ ( QS. An Nahl : 1 ) yang harfiyahnya berarti "Sudah datang perintah kiamat" akan tetapi maksudnya adalah “ ( Pasti ) akan telah datang perintah hari kiamat “. Jika demikian, “ Qaala muhammadun “ yang secara harfiyyah berarti “ telah berkata “ maksudnya adalah “ akan berkata “. Tentunya dengan pengertian adanya KEPASTIAN bahwa bait-bait selanjutnya pasti akan diungkap atau ditulis oleh Sang Imam. Berangkat dari paradigma awal ungkapan bait pertama dalam Kitab Alfiyyah inilah saya melihat adanya suatu faidah untuk hadirnya pesan dan kesan profesionalisme sang Muallif.

Selain kesan profesionalisme Sang Imam, kata Qala diatas juga menjunjukkan kesan bahwa Sang Imam memiliki tekad yang kuat, jelas dan fokus didalam mengarang Maha Karyanya tersebut. Secara sederhana visi didalam mengarang sebagai pandangan integral dan komprehensif penulis tentang bagaimana ia akan menulis dan menyelesaikan tulisannya. Karena itu visi akan mengikuti keberjalannya penulisan sejak awal sampai akhir. Ia merupakan jiwa kepenulisan. Beliau lahir dari para penulis-penulis yang bukan hanya piawai memaikan kata dan menggoreskan pena melainkan juga memahami apa yang akan diungkapkan dan apa yang dibutuhkan oleh pembacanya. Maka hakikat inilah yang kemudian beliau tuangkan dalam lafdz " Qala". Faidah => Disinilah kita sebagai generasi muda ( egain of change ) perlu meniru semangat, sikap komitmen yang tinggi dari sang Imam dalam setiap sikap, sifat dan tindakan kita. Saya teringat sebuah Qoul di salah satu tangga Pondok Al Muayyad yang berbunyi : " MAN TA'ANNA NAALA MAA TAMANNA " ( Barangsiapa yang berhati-hati ( telaten, sungguh2, komitmen ) maka dia akan mendapatkan apa yang dia tuju. ) Sangat menarik ketika kita mau mengkaji kata TAMANNA dalam Qoul ini, karena kalau kita mengintip dalam Syarah Ibnu Aqil didalam Bab Inna Wa Akhwatuha dalam Syarahnya TAMANNA ( Kandungan makna LAITA ) itu adalah suatu hal yang tidak mungkin atau sangat sulit terjadi. Tapi disini dikatakan BISA. Makanya apapun itu, sesulit apapun itu, jika kita mau bersungguh-sungguh maka insyalloh kita akan mendapatkan apa yang kita maqsudkan. Seperti Hadist yang pernah dikutip dalam Film Si Entong yang berbunyi : MAN JADDA WAJADA ( Siapa yang sungguh-sungguh maka akan mendapatkan apa yang ingin dicapai ).

Maka dari itu tidaklah berlebihan jika dalam lafadz Qaala dalam bait ini adalah saya katakan sebagai simbol profesionalisme penulis dan visinya yang jauh kedepan. Ini pula menunjukkan simbol kealiman dan pengetahuan yang tertuang disetiap alunan syair yang disenandungkan, sekaligus menjadi simbol pandangan sang Imam yang Ideal dan komprehensif. Maka bukan suatu yang mengherankan jika Alfiyyah kemudian menjadi sebuah Maha Karya yang dieluh-eluhkan indahnya lantunan baitnya oleh para pecinta Ilmu didunia ini, khususnya bagi kaum sarungan d seluruhi Indonesia.

Selanjutnya, sebagai wujud kepakaran, kealiman dan keahlian sang Imam dalam menulis Nadzom, maka Sang Imam pun memulai kalam dalam anggitannnya dengan ujaran : " AHMADU ROBBILLAHA KHOIRUL MALIKI " ( Aku memuji Pembimbingku, yaitu Allah sebaik-baik sang Penguasa ). Saya melihat bahwa Kalam ini memberikan pandangan pada kita akan 3 maksud yang sangat mulia:

1 ). Kalam tersebut menunjukkan kebersyukuran Imam Ibnu Malik kepada Allah SWT setelah beliau mampu menyusun konsep baku nadzom Alfiyyah Ibnu Malik dan menyusun nadzomnya secara perfect dan komprehenseif.

Faidah => Makanya tidak mengherankan jika para santri disetiap berhasil akan sesuatu maksudnya, Ulang Tahun, Khataman, dan lain sebagianya menjadi suatu Adat biasanya mereka mengadakan Bancaan sebagai rasa syukur kepada Sang Kholiq. ( Seperti tertuang dalam Qoidah Usul Fiqih Karangan Imam Suyuti : Al Adah Muhakamah )

2 ). Ujaran tersebut menunjukkan sebuah sinergi yang indah antara kepiawaian Imam Ibnu Malik dalam menyusun Alfiyyahnya dengan kontektualisasi rasa syukur kepada Allah diungkapkan melalui 3 makna yaitu A.) Bahwa Allah itu sebagai AL Illah yang wajib disembah dan menghakki hakikat derajar syukur yang paling agung B.) Bahwa Allah adalah Ilahi rabbi yang telah membimbing makhluk dalam bersungguh-sungguh dalam berkarya C.) Bahwa Allah sebagai " Khairul Malik " atau Pemilik terbaik yang hakiki dari karya-karya manusiayang sudah Telah ada sejak zaman azali sampai zaman sekarang.

3. Penggal kedua bait pertama Alfiyyah tersebut mengisyaratkan bahwa Sang Imam Ibnu Malik ingin mengamalkan sabda Nabi Muhamad Saw. Yang menyatakan : ” Kullu Amrin Dzi Balii Laa Yubdaa’u Bi Hmadillah Wahuwa Aqtha’u.“ ( Setiap amal baik yang tidak diawali dengan hamdalah akan terputus pahalanya atau tidak memberikan manfaat dan barokah bagi pelakunya ).

Tiga makna inilah yang menambah nilai-nilai spiritual Alfiyyah Ibnu Malik sebagai sebuah karya di bidang nahwu yang dirancang secara sistematis , ditulis dengan penjiwaan yang mendalam, dan digubah menggunakan dengan pilihan diksi-diksi yang ideal dan tepat. Nilai-nilai spiritual ini tampak menjiwai setiap baitnya, dan dari sini kita dapat menyaksikan betapa ringkas dan bermaknanya ujaran-ujaran Imam Ibnu Malik didalam Alfiyyah tersebut. Dari sini pula kita dapat menikmati suguhan-suguhan indah yang bernas dari teks-teks kaidah tata bahasa Arab.

Pada kesimpulannya, mari kita maknai “ QALA “ sebagai nilai-nilai keistiqomahan dan profesionalisme dalam berkarya dan “ AHMADU ROBBILLAHA KHOIRUL MALIKII sebagai nilai-nilai spiritual yang menjiwai profesionalisme dalam bekerja dan berkarya. Begitupun kita, sebagai manusia diharapkan selalu bersikap profesional dalam bertindak tapi tidak lupa adanya kita itu BISA, karena adanya sebuah Maqom Asbab yaitu Sang Kholiq. Maka dari itu Rasa Syukur yang tiada tara patutlah kita haturkan kepada Allah SWT. Wallahua’lam bis shawwab.

Semoga catatan ini bermanfaat bagi kita semua, sebagai bukti cinta kita kepada para Ulama, sehingga keberkahan, kesolihan dan kekhusyuannya bisa meluber pada kita semua. Dan kita semua kelak dapat bersama-sama dengan para Ulama di Surga Firdaus Nya Allah. Amin ya Robbal alamin

Referensi tulisan:

- Jauharotul Hikmah Al Fiyyah ala Abu Nahwe ( Utama )

- Ibnu Aqil Alfiyyah ala Syekh Bahauddin Abdulloh

- Jawahirul Maknun Syekh Abdurrohman Al Akhdhoriy

- Tashilul Masalik Alfiyyah ala Syaikh Abu Fadhol Senori

Oleh: Al Faqir Ahmad Muhamad Mustain Nasoha

 ( Pengurus LBM Pondok Pesantren Al Muayyad Solo )